Purwokerto – Masalah literasi masih menjadi isu mendasar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kemampuan membaca dan menulis di negara ini tergolong rendah dan belum menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat, terlebih di lingkungan sekolah luar biasa. Perkembangan pesat teknologi komunikasi yang memungkinkan akses informasi dari berbagai sumber telah membuat buku tidak lagi menjadi prioritas utama sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi masyarakat.

Situasi ini diperburuk oleh dominasi budaya komunikasi lisan di masyarakat Indonesia yang lebih senang mendengarkan program televisi atau konten di media sosial seperti YouTube daripada membaca (Jalaludin, 2021). Padahal, budaya membaca sering kali dijadikan tolok ukur kemajuan dan peradaban suatu bangsa (Putra, 2008).

Membaca seharusnya menjadi kegiatan yang perlu ditingkatkan karena dapat membuka wawasan, memperluas pengetahuan, serta menyediakan informasi penting dari berbagai sumber seperti buku, koran, dan majalah. Lebih dari itu, membaca adalah bagian dari persiapan menghadapi tantangan masa depan.

Menurut Gong dan Irkham (2012), salah satu penyebab rendahnya budaya literasi di Indonesia adalah keterbatasan jumlah buku. Hal ini juga disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, yang menyebutkan bahwa rendahnya minat baca disebabkan oleh kurangnya ketersediaan buku bacaan yang menarik bagi siswa.

Sebagai upaya untuk meningkatkan literasi generasi muda, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Program ini bertujuan untuk menyediakan bahan bacaan berkualitas sebagai langkah nyata meningkatkan literasi. Kesuksesan program ini membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk sekolah. Kepala sekolah, guru, pustakawan, serta warga sekolah memiliki peran penting dalam menjalankan program ini.

Dalam pelaksanaan program ini, sekolah dituntut untuk kreatif agar Program Buku Bacaan Bermutu dapat dirasakan manfaatnya oleh siswa. Dengan adanya buku-buku berkualitas dari Kementerian, diharapkan guru termotivasi untuk mengaktifkan “Pojok Baca” di setiap kelas. Melalui inisiatif ini, diharapkan siswa terdorong untuk lebih gemar membaca.

Pojok Baca, seperti yang dijelaskan oleh Nur Indah Sholikhati, Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, adalah sudut ruangan yang menyediakan buku-buku pendidikan dan pengetahuan yang dapat dibaca oleh siswa. Ruang ini sering dihiasi karya siswa seperti lukisan, gambar, atau kerajinan tangan untuk mempercantik tampilannya. Pojok Baca memiliki banyak manfaat, antara lain merangsang minat baca, meningkatkan kemampuan berpikir, mendekatkan buku kepada siswa, serta membantu perpustakaan dalam membudayakan literasi di sekolah.

Keunikan dari program optimalisasi gerakan literasi sekolah ini terletak pada fokusnya yang tidak hanya menciptakan sudut baca, tetapi juga mengajak siswa dan guru untuk terlibat aktif dalam mengelola pojok baca tersebut.

Peran orang tua juga sangat penting dalam mendukung kompetensi literasi anak. Kerja sama antara guru dan orang tua secara komunikatif sangat dibutuhkan, karena interaksi yang baik antara keduanya dapat menciptakan lingkungan belajar yang optimal bagi siswa.