Purwokerto, Senin, 30 September 2024 – Program Studi S1 Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman menggelar kuliah umum dengan tema Dari Gagasan Hingga Narasi: Transformasi Ide dalam Penulisan Sastra. Acara ini menghadirkan pembicara, Najhaty Sharma, seorang novelis yang dikenal karena karyanya Dua Barista.
Kuliah umum ini dihadiri oleh mahasiswa dan dosen di kalangan Fakultas Ilmu Budaya Unsoed. Dalam penjelasannya, Najhaty Sharma menekankan pentingnya proses kreatif dalam membentuk narasi sastra. Ia menjelaskan bahwa penulis tidak hanya mengolah gagasan, tetapi juga harus mampu mengubah ide menjadi bentuk naratif yang menggugah pembaca. Sharma juga memberikan contoh-contoh dari karya-karya sastra yang berhasil mentransformasi ide-ide kompleks menjadi cerita yang mudah dipahami dan dinikmati.
Dalam kuliah tersebut, Sharma menyoroti dua aspek penting dalam menulis: kualitas dan kuantitas. “Tulisan berkualitas memerlukan perspektif yang kuat dan tajam, serta harus mampu menyampaikan pesan moral yang berdaya guna bagi pembaca,” ujarnya. Sharma juga mengajak para penulis untuk memperkaya diri dengan membaca buku-buku non-fiksi, mengikuti perkembangan isu sosial, mendengarkan podcast, dan menulis artikel. Semua ini, katanya, merupakan “vitamin” untuk mengasah sudut pandang penulis.
Selain itu, Sharma menegaskan bahwa kuantitas dalam menulis sama pentingnya. Ia menyebut menulis sebagai keterampilan yang memerlukan latihan terus-menerus dan jam terbang yang tinggi. “Menulis adalah soal ketekunan. Membaca novel, puisi, dan latihan menulis bebas sangat penting untuk memperkaya kemampuan menulis seseorang,” tambahnya.
Dalam kesempatan ini, Sharma juga menyinggung peran teknologi dan media sosial dalam dunia kepenulisan Gen Z saat ini. Dengan munculnya kecerdasan buatan (AI) dan akses yang semakin mudah terhadap pengetahuan dan buku baru, penulis Gen Z memiliki lebih banyak alat untuk memperluas wawasan. Namun, ia mengingatkan bahwa hal ini juga membawa tantangan baru berupa persaingan yang semakin ketat. “Di era sekarang, penulis Gen Z harus terus berinovasi dan beradaptasi dengan cara-cara baru agar tetap relevan,” ujarnya.
Najhaty Sharma menjelaskan pentingnya riset dalam proses menulis. Ia mengungkapkan bahwa waktu ideal untuk menulis adalah 75% riset dan 25% menulis. Sharma mengibaratkan penulis sebagai arsitek yang membangun sebuah rumah, di mana tiap bagian cerita harus memiliki pondasi, pilar, atap, dan estetika yang baik.
Acara yang berlangsung interaktif ini diakhiri dengan pesan motivasi dari Najhaty Sharma kepada para peserta untuk terus menulis dan membaca, serta menghargai setiap pengalaman kita karena setiap orang pasti punya pengalaman yang berbeda-beda. “Gabungkan kecerdasan hati dan otak dalam setiap karya kalian,” tutup Sharma dengan penuh semangat.
Dalam sesi diskusi, peserta sangat antusias mengajukan pertanyaan terkait teknik penulisan, cara memotivasi diri untuk menulis, cara mengembangkan karakter, serta tantangan yang sering dihadapi dalam proses menulis. Dengan adanya kuliah umum ini, mahasiswa diharapkan terinspirasi untuk mengembangkan keterampilan menulis mereka serta mempersiapkan diri menghadapi tantangan dunia kepenulisan di masa depan.